Tuesday, July 31, 2018

LOKALISASI, PELEGALAN PROSTITUSI KAH?

Catatan: tulisan nyeleneh dari orang awamn

Lokalisasi, sewaktu kecil saya belum mengenal kata itu, hanya di tempat kelahiran saya Pangkalpinang ada satu tempat namanya Teluk Bayur. Yang saya dengar dari omongan orang-orang itu adalah tempat para perempuan malam tapi pada waktu itu pun saya tidak tahu apa yang ada didalamnya dan tidak tahu juga tempatnya seperti apa wong saya masih kecil dan nggak pernah kesono.

Singkat cerita. Pindah ke daerah lain, kembali saya mendengar tempat berkumpulnya para pencari kepuasan berahi hiburan malam tapi saya pun belum mengenal istilah lokalisasi (awam banget ya). Saya baru mengetahui istilah itu setelah hijrah ke Tanjungpinang, itupun tahunya dari orang. Awalnya saya pikir lokalisasi adalah nama tempat atau daerah seperti Teluk Bayur di Pangkalpinang atau Batu 16 di Tanjungpinang. Tapi, ternyata pekiraan saya salah. Arti sebenarnya “lokalsasi” itu adalah sebuah istilah untuk daerah atau tempat penampungan. .Akan tetapi makna lokalisasi pada masa ini lebih dikonotasikan dengan sesuatu yang negatif, yaitu tempat penampungan orang-orang yang menjual dan membeli kenikmatan duniawi (ini versi yang saya simpulkan berdasarkan apa yang orang pikirkan ketika ditanya “Apa itu lokalisasi?”). Ya, saya bertanya kepada teman-teman saya “Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar kata lokalisasi?”. Dan pada intinya semua teman yang saya tanya menjawab bahwa lokalisasi adalah tempat yang bermakna buruk.

Berangkat dari hal tersebut saya penasaran mengenai arti lokalisasi yang sebenarnya. Saya pun mencari tahu apakah lokalisasi itu mempunyai arti dan makna seperti yang kebanyakan orang pikirkan pada umumnya atau mempunya arti dan makna yang lain. Dan akhirnya saya berselancar di lautan gugel untuk mencari arti dan makna yang sebenarnya dari lokalisasi.

Dalam KBBI lokalisasi adalah pembatasan pada suatu tempat atau lingkungan. Lokalisasi hanyalah sebuah istilah tempat atau daerah untuk mengumpulkan suatu kegiatan, aktivitas ataupun usaha. Namun, lokalisasi yang ada dalam tulisan ini adalah lokalisasi yang berkonotasi negatif atau lokalisasi yang sering kita dengar sebagai tempat berlangsungnya prostitusi. Seperti tulisan Soedjono D dalam bukunya “Patologi Sosial: Gelandangan, Penyalahgunaan Narkoba”, menyinggung pengertian lokalisasi sebagai sebentuk usaha untuk mengumpulkan segala macam aktivitas atau kegiatan pelacuran dalam satu wadah, selanjutnya hal ini disebutnya sebagai kebijaksanaan lokalisasi pelacuran.

Dari apa yang dituliskan oleh Pak Soedjono pengertian lokalisasi sudah bergeesr dari makna yang sebenarnya (dalam hal ini KBBI). Dan pengertian dari beliau pun adalah pengertian yang orang-orang pikirkan pada umumnya termasuk saya sendiri.

Kembali saya teringat tentang isu pembangunan lokalisasi untuk menampung PSK yang ada di Jakarta agar tidak berserakan (kasarnya begitu, kalimat ini berdasrkan sumber yang saya ambil). Wacana kontroversial ini sempat dicanangkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Punama atau yang lebih dkenal dengan Pak Ahok pada tahun 2015. Wacana ini pun banyak mendapat kecaman dari berbagai pihak (saya yakin yang setuju adalah mereka yang menikmati, piiss). Sebenarnya wacana ini bukan tanpa alasan, Ahok ingin membangun lokalisasi khusus agar supaya para PSK tidak berceceran kemana-mana (macam minyak tumpah aje nih Pak yang bisa menyebabkan orang tergelincir nikmat dosa). Ide ini pun tercetus dari melihat dampak yang disebabkan penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara yang ada di Surabaya. Ya apalagi kalau bukan “Dolly”. Efek dari penutupan tersebut menyebabkan mereka yang kehilangan pencaharian memutar otak untuk mendapatkan pelanggan rupiah dengan cara yang lebih canggih dengan bantuan teknologi. Ya apalagi kalau bukan prostitusi online, ini terlihat lebih aman lebih mudah lebih efisien dan efektif juga mungkin tanpa harus memajang diri untuk mendapatkan pelanggan. Tapi untunglah ide pembangunan lokalisasi tersebut tidak terlaksana. Tapi kalau terlaksana pun kan bisa tahu yak ketika seseorang pergi ke lokasi tersebut pergi ngapain.

Terlepas dari kasus yang sempat heboh diatas yeng hebohnya menyamai isu hukuman mati untuk para pengedar narkoba, saya lebih merasa miris dengan daerah yang seperti membiarkan sebuah tempat/kampung atau area tertentu menjadi lokalisasi. Ya, seperti pembiaran prostitusi. Seperti daerah tempat saya kuliah kemarin. Karena mustahil rasanya jika pemerintahnya tidak mengetahui mengenai lokalisasi yang ada di daerahnya. Notabene pemimpinnya adalah putra daerah yang besar di daerahnya. Aahh sudahlah lupakan itu semua mungkin saja pemerintah daerah ini terlalu sibuk mengurusi proyek-proyek yang ngandat kali ya.

Karena rasa penasaran saya pernah memaksa seorang teman untuk mengantar saya kesana. Awalnya dia menolak tapi pada akhirnya dia mengalah juga (ialah kalau tidak saya putusin dia). Saya kira ketika saya datang kesana saya akan disuguhi pemandangan dengan wanita-wanita menor nan glamor dan diiringi musik sambutan yang memekakkan kuping. Ternyata tidak, kami datang di waktu yang salah karena kami datang di siang hari dengan modus seolah-olah mencari alamat seorang teman. Jadi tidak ada kegiatan yang aneh-aneh yang saya lihat hanya seperti sebuah perkampungan biasa.

Pertama masuk, saya melihat ada plang dengan gambar sepasang individu (laki-laki dan perempuan) dengan dinaungi payung. Lah, saya yang kagak ngerti apa-apa ini bertanya-tanya maksud daripada gambar itu apa. Kenapa ada gambar payung? Setelah saya tanyakan kepada teman saya ternyata payung itu diartikan sebagai pengaman. Pengaman ketika berhubungan atau to the point langsung payung = alat kontrosepsi yang umumnya kita kenal dengan istilah kondom. Layaknya payung yang bisa melindungi dari panas ataupun hujan maka kondom bisa melindungi wanita dari ketidakinginan mereka seperti terkena penyakit kelamin ataupun hamil (ya pakailah payung eh maksud saya kondom hahaha). Dah stop merepet kemane-mane.

Ok lanjut lagi. Pada saat masuk pun saya melihat seorang ibu dengan beberapa orang anak (mungkin anaknya). Kemudian muncul dalam benak saya, kemana anak-anak tersebut pada malam hari? Sekolah kah mereka? Jika mereka sekolah apakah lingkungan sekolahnya menerima dia? Syukur-syukur teman-temannya tidak tahu dimana tempat tinggalnya dan tidak memahamai seperti apa tempat tinggal temannya tersebut. Yang saya tidak bisa membayangkan bagaimana psikologis anak-anak yang tinggal di lokalisasi tersebut dengan kehidupan malam orangtuanya, tetangganya dan ketika malam musik berdentam-dentum memekakkan telinga yang memecah kesunyian malam seirama dengan goyangan mereka. Kasihan sekali jika mengingat hal tersebut, mereka terbiasa melihat yang tidak seharusnya dilihat.

Apakah pemerintah tidak mengetahui tentang lokalisasi yang ada di kotanya. Kenapa pemerintah tidak mengambil tindakan untuk menutup lokalisasi tersebut, atau sudah ada upaya kearah sana namun belum bisa direalisasikan karena berbagai faktor. Atau pemerintah memang menutup mata dengan kegiatan yang ada di lokalisasi tersebut. Apakah pemerintah di daerah ini berani mengambil tindakan ekstrim seperti yang dilakukan Bu Risma Walikota Surabaya.


Tulisan ini sebenarnya sudah terpikirkan bahkan bukan terpikirkan melainkan sudah nangkring di draft blog saya sejak tahun 2012. Akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi terutama faktor malas dan ketika buka laptop maksud hati ingin melanjutkan tulisan ini, entah kenapa acap kali pikiran saya langsung nge-blank seketika itu juga. Jadi itulah tak selesai-selasai hingga pada akhirnya sekarang baru saya coba selesaikan dan dipublish (sebenarnya inipun belum selesai sempurna). Maksud hati, saya ingin melihat kasus ini dari berbagai sudut pandang. Seperti sudut pandang sosial, agama dan juga negara. Tapi apalah daya pengalaman dan pengetahuan saya masih sangatlah minim. Dalam penulisan ini pun saya harus baca-baca lagi, cari-cari referensi agar benar-benar sesuai dengan keinginan saya apa yang ingin saya tuangkan.

Sudut Pandang Sosial

Jika dilihat dari kacamata sosial mendengar kata lokalisasi saja pikiran masyarakat pada umumnya sudah buruk dan kita sudah tahu tempat seperti apa lokalisasi itu. Meskipun sebenarnya dalam hal ini harus ada kajian yang mendalam seperti sebuah penelitian mengenai persepsi masyarakat mungkin. Disamping buruknya makna lokalisasi (ataupun tempat dengan nama tertentu) di mata masyarakat, tempat tersebut adalah ladang uang bagi mereka yang bekerja disana, ladang nikmat bagi mereka yang mencari kepuasan batin dan ladang dosa juga sebenarnya.

Sudut Pandang Agama

Jika dilihat dari sudut pandang agama tentulah hal ini (prostitusi) adalah sesuatu yang terlarang, terhitung ke dalam sebuah maksiat yaitu zina. Ada banyak dalil yang menjelaskan tentang zina. Sebenarnya zina itupun terbagi lagi jenisnya, tidak hanya sebatas zina fisik (hubungan badan). 

Sudut Pandang Negara

Nah bagaimana Negara memandang lokalisasi ini? Apakah bagian dari prostitusi kah atau bagaimana? (sepertinya untuk jawab pertanyaan ini harus dilakukan kajian yang lebih lanjut deh (I think).
Bersambung,,,



                                                                                                            Just opinion…

No comments:

Post a Comment

Postingan Terakhir

PENGALAMAN TES CPNS KPU TA 2018