Saturday, November 26, 2016

Kangkung dan Kantuk. Apa Ada Hubungannya?????

Mengapa setelah makan kangkung membuat ngantuk??? Tapiii apakah benar seperti itu??? atau hanya mitos semata??? Hmmmm....Yuk mari kita cari tahu bersama dengan membaca ulasan berikut ini, yang saya ambil dari berbagai sumber.

Ngomong-ngomong soal kangkung, aku paling suka sayuran satu ini. Mau dimasak apapun aku pasti suka, mau ditumis pake saus tiram, pake ebi atau pake terasi, ataupun dilalap pake sambal terasi atauuu diapapunlah aku pasti suka, asal jangan mentah aja...hehehee.... :D

Kangkung memiliki nama  latin Ipomoea aqutica, tapi kangkung juga memiliki nama lain seperti water spinach eh kayak nama bayam yak?! (mungkin karena kalo dimassak lunglai kayak bayam gitu), kadang juga disebut water morning glory atau water convolvulus. kangkung ini ada dua macam ada yang hidup di air ada juga yang tumbuh di darat atau tanah. Makanya tak heran kalau nama latin dan Inggrisnya mengandung artian air (read: aqua dan water) #seketika pikiran langsung lari ke iklan Air mineral yang tersohor AQ*A (sensor).
Kangkung ada yang hidup di air dan di darat, tapi at all gizi yang terkandung sama kog, toh jenisnya juga sama. Namun, secara fisik ada sedikit perbedaan ya guys. Bedanya kalau kangkung darat itu panjang-panjang dan daunnya lancip-lancip, sedangkan kangkung air itu hidupnya merambat-merambat gitu dan daunnya rada tumpul kadang warnanya pun ada yang berbeda.
Dikutip dari sumber yang saya ambil bahwa sebenarnya belum ada penelitian secara ilmiah ya guys kalau kangkung bisa menyebabkan rasa kantuk. Satu-satunya alasan yang bisa dipegang kenapa setelah makan kangkung kita terserang rasa kantuk adalah karena adanya senyawa kimia atau zat yang bersifat menenangkan yang terkandung didalamnya yaitu zat sedatif. Nah, senyawa inilah yang bisa membuat kita merasa rileks hingga akhirnya mengantuk, hingga akhirnya tertidur. Apalgi kalo kekenyangan makan kangkung dijamin deh bakalan langsung pulas.

Daripada saya hanya sekedar menceritakan tentang hubungan kangkung dan kantuk ada baiknya saya juga menuliskan sedikit informasi gizi yang terkandung di dalamnya.

  • Vitamin A. Kangkung mengandung vitamin A, dimana telah kita ketahui bahwa vitamin A baik untuk mata.
  • Zat Besi, yang berfungsi untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin).
  • Betakaroten, yang baik untuk menangkal radikal bebas dan pencegah kanker kulit dan paru.
  • Dan tentunya juga adalah serat yang baik untuk pencernaan.


Karena gizi dan mineral yang terkandung didalamnya maka kangkung memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya: 
Mengatasi semeblit, insomnia, sulit buang air kecil,  mengurangi nyeri haid, mencegah anemia.
Namun, perlu juga diperhatikan bagi penderita asam urat, karena kangkung banyak mengandung purin. Oleh karena itu sebaiknya untuk dikurangi.


Well, kesimpulannya jangan makan berlebihan....^_^


Thursday, November 24, 2016

celoteh


Kadang terfikir secara tiba-tiba ketika melihat bayi, balita dan anak kecil hingga mereka mulai memasuki sekolah dasar. masih lucu-lucu. Polos. Dari tidak mengetahui apa-apa hingga bisa memahami suatu hal dan begitu banyak celoteh pertanyaan yang terlontar di mulut kecil mereka.
Lingkungan yang membentuk kepribadian dan sifat mereka yang nantinya akan berpengaruh terhadap sikap mereka kelak ketika dewasa. Lingkungan yang baik membentuk kepribadian yang baik, lingkungan yang tidak baik (bisa dibaca: buruk) mungkin akan membentuk kepribadian mereka menjadi kurang baik atau mungkin tidak baik, atau bahkan buruk mungkin.

Ketika masih bayi hingga balita adalah tanggungjawab orangtua atau keluarga inti untuk membentuk kepribadian itu. Namun, ketika mereka mulai memasuki dunia prasekolah dan sekolah maka peran guru mulai turut andil dalam pembentukan kepribaian mereka. Termasuk juga lingkungan sekolah dalam artian teman-temannya. Ketika mereka memasuki dunia bermain bersama teman-teman sebayanya di lingkungan tempat tinggal mereka hal ini juga mempengaruhi pebentukan kepribadian mereka, segala apa yang mereka bicarakan atau lakukan.

Masa SD tingkah laku mereka masih terbilang polos, masih mudah untuk dibentuk. Seumpama adonan kue ketika masih baru mudah untuk kita cetak akan tetapi jika dibiarkan lama dalam angin adonan tersebut akan mengeras maka akan sulit kita untuk mencetaknya bahkan adonan tersebut akan terberai.

Ketika memasuki masa SMP sudah ada mulai perubahan dalam prilaku mereka. Orangtua pun sudah mengizinkan mereka keluar tanpa pengawasan yang ketat. Pada masa ini mereka sudah mulai memahami apa yang baik dan apa yang buruk walaupun masih abu-abu  karena pembentukan, pencarian jati diri baru dimulai sehingga rentan akan pengaruh dari apa yang mereka dengar, mereka saksikan dan apa yang mereka alami, intinya adalah lingkungan sosial mereka, pergaulan mereka.

Wednesday, November 2, 2016

MAKALAH: PROSES PEMILIHAN KEPALA DESA PADA MASA OREDE LAMA, ORDE BARU DAN, REFORMASI (PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN)



Oleh :
ROSNIATI (110565201175)


PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah swt, oleh karena tuntunan-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat sebagai persyaratan untuk mengikuti UAS dari Mata Kuliah Politik dan Manajemen Desa yang dibimbing oleh Bapak Handrisal, M.Si.
Peraturan mengenai desa termasuk juga didalamnya mengenai proses pemilihan kepala desa telah beberapa kali dirubah hingga yang terakhir lahir UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang mengatur semua mengenai desa lebih terperinci daripada peraturan terdahulu. Awal kemrdekaan pemerintah masih menggunakan IGO dan IGOB untuk mengurus tata pemerintahan di desa. Sampai akhirnya lahir UU No.19/1965 pada masa orde lama.
Masa orde lama ditumbangkan rezim Soeharto UU tahun 1965 tidak diberlakukan secara maksimal. Kemudian pemerintah pada masa itu (orde baru) menerbitkan UU No. 5 Tahun 1979 yang secara otomatis UU tentang desapraja tahun 1965 tidak diberlakukan lagi. Pasca reformasi kembali pemerintah melakukan perbaikan-perbaikan mengenai aturan desa. Ada beberapa perturan yang dikeluarkan namun tidak spesifik dan bukan berbentuk undang-undang khusus, seperti PP No. 72 tahun 2005. Hingga diterbitkan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang memberi angin segar bagi pemerintahan desa bagaimana tidak, desa kembali diberikan hak otonomnya.
Dalam penyusunan makalah ini disadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan yang diharapkan, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak akan sangat membantu dalam penyusunan makalah selanjutnya akan lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.


Tanjungpinang,   Juni 2015
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang..............................................................................................................
1.2  Perumusan Masalah
1.3  Tujuan............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan, Fungsi, Tugas, Wewenang dan Kewajiban Kepala Desa...........................
2.2 Proses Pemilihan Kepala Desa  Pada Masa Orde Lama...............................................
2.3 Proses Pemilihan Kepala  Desa  Pada Masa OrdeBaru................................................
2.4 Proses Pemilihan Kepala  Desa  Pada Masa Reformasi...............................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pemerintahan Desa merupakan sistem pemerintahan terendah dalam tata pemerintahan Indonesia. Secara politik desa berada dalam posisi yang marginal, ia sebagai obyek kekuasaan pemerintah supra desa. Secara yuridis, posisi desa sangat ambivalen (abu-abu), antara unit pemerintahan atau kesatuan/lembaga masyarakat, tetapi desa tetap menjalankan tugas-tugas administrasi yang diberikan oleh pemerintah supradesa melalui berbagai tugas pembantuan.
Dalam melaksanakan tugas pembantuan tersebut desa dinahkodai oleh seorang pemimpin yang disebut kepala desa. Peran kepala desa sebagai pemimpin desa sangat diperlukan untuk mengelola dan membangun desa agar meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Untuk jabatan kepala desa dilakukan dengan cara pemilihan.
Pada masa kerajaan untuk jabatan kepala desa ditunjuk langsung oleh adipati kerajaan Seseorang yang menjabat sebagai kepala desa memang benar-benar orang pilihan yang punya digdaya linuwih. Disamping memiliki kecakapan memimpin, punya ilmu kanuragan,   secara politik  juga harus dekat dengan adipati atau pimpinan diatasnya. Pada zaman Belanda, pemilihan kepada desa sudah mulai diatur oleh pemerintahan pada waktu itu. Menurut cerita orang-orang tua, pemilihan kepala desa pada waktu itu juga dilakukan secara langsung, namun dilakukan  dengan cara sederhana. Rakyat dikumpulkan di sebuah tanah lapang atau lapangan desa. Calon-calon kepala desa duduk di tempat yang lebih tinggi.  Kemudian rakyat akan memilih dengan cara jongkok di depan calonnya. Siapa yang memperoleh pengikut paling banyak dialah pemenangnya.
Setelah kemerdekaan   pemerintah lantas mengatur dengan berbagai peraturan daerah sebagai  pelaksanaannya. Pada waktu itu juga masih menggunakan tanda gambar hasil bumi,  bisa jadi karena banyak orang yang buta huruf. Di era reformasi tanda gambar tersebut diganti dengan foto calon kepala desa. Pemilih tinggal mencontreng calon yang tertera dalam kertas suara. (kompasina :26 Juni 2013)
Pemilihan kepala desa, atau seringkali disingkat Pilkades, adalah suatu pemilihan Kepala desa secara langsung oleh warga desa setempat. Berbeda dengan Lurah yang merupakan Pegawai Negeri Sipil, Kepala Desa merupakan jabatan yang dapat diduduki oleh warga biasa. Kepala desa mempunyai tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dan dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan. Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.

1.2  Perumusan Masalah
a.    Bagaimana kedudukan dan fungsi kepala desa;
b.      Bagaimana proses pemilihan kepala desa pada msa orde lama, orde baru dan, reformasi.
1.3  Tujuan
Agar bisa mengetahui bagaimana perbedaan proses pemilihan kepala desa di setiap periode.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan, Fungsi, Tugas, Wewenang dan Kewajiban Kepala Desa
Kepala Desa berkedudukan sebagai kepala pemerintah di desa, yang berada langsung di bawah Bupati dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Camat. Kepala Desa mempunyai fungsi memimpin penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan. Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta tugas-tugas lain yang dilimpahkan kepada desa. Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa mempunyai Wewenang :
a.      Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD
b.      Mengajukan rancangan Peraturan Desa.
c.       Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD
d.      Menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD
e.      Membina kehidupan masyarakat desa
f.        Membina perekonomian desa
g.      Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
h.      Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapatmenunjuk kuasa hokum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
i.        Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perudang-undangan
Dalam melaksanakan tugas dan wewenag sebagaimana dimaksud, Kepala Desa mempunyai Kewajiban:
a.    Memegang teguh dan mengasmalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.    Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.    Memelihara ketentraman dan keterlibatan masyarakat;
d.    Melaksanakan kehidupan demokrasi;
e.    Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;
f.     Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g.    Menaati dan menegakan seluruh peraturan perundang-undangan;
h.    Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik
i.      Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
j.      Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
k.    Mendamaikan perselisihamn masyarakat di desa
l.      Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
n.    Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; serta
o.    Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup
Selain kewajiban dimaksud, Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati, memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa disampaikan kepada Bupati melalui camat  (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada BPD disampaikan 1 (satu) kali dalam 1 ()satu) tahun dalam musyawarah BPD Laporan akhir masa jabatan kepala desa disampaikan kepada Bupati melalui camat dan kepada BPD.
2.1 Proses Pemilihan Kepala  Desa  Pada Masa Orde Lama
Pasca kemerdekaan tepatnya pada masa orde lama (1945-1965) proses pemilihan kades sama saja dengan pada masa penjajahan Kolonial Belanda dan Jepang yaitu dipilih oleh masyarakat desa. Sejak tahun 1945 hingga lahirnya UU Nomor 19 tahun 1965 tentang desapraja pemerintah Indonesia masih menggunakan IGO dan IGOB untuk aturan pemilihan kades. Akhirnya pemerintah mengeluarkan UU Nomor 19 tahun 1965 tentang desapraja. Namun sayang, dua puluh Sembilan hari sesudahnya, terjadi pemberontakan G 30 S PKI, maka secara praktis undang-undang ini belum sempat diterapkan di desa. Tap MPRS No. XXI/MPRS/1966, tanggal 5 juli 1966 menunda berlakunya UU No. 19 Tahun 1965. Kemudian dengan UU No. 6 Tahun 1969, UU No. 19 Tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pemilihan Kepala Desapraja dilaksanakan langsung oleh penduduk desa dengan berpaduan pada peraturan pemilihan, pengangkatan dan pengesehan serta pemberhentian Kepala Desapraja yang ditentukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau Provinsi, ketentuan tersebut tetap dengan memperhatikan adat kebiasaan setempat ter­masuk persyaratan untuk dipilih dan diangkat menjadi Kepala Desapraja. Pada masa orde lama masa jabatan kepala desa adalah 8 tahun pasal 9 (Sembilan) ayat 2.
Aturan mengenai pemilih dan syarat calon kepala desa dalam UU No. 19 Tahun 1965:
Pasal 9
(1) Kepala Desapraja dipilih langsung oleh penduduk Desapraja yang sudah berumur 18 tahun atau sudah (pernah) kawin dan menurut adat-kebiasaan setempat sudah menjadi warga Desapraja yang bersangkutan.
(3) Peraturan pemilihan, pengangkatan dan pengesahan, pemecatan sementara dan pemberhentian Kepala Desapraja ditetapkan oleh Pemerintah Daerah tingkat I dengan memperhatikan adat-kebiasaan setempat.
Pasal 10
“Yang dapat dipilih dan diangkat menjadi Kepala Desapraja ialah penduduk yang menurut adat-kebiasaan setempat telah menjadi warga Desapraja, yang:
a.      sekurang-kurangnya telah berumur 25 tahun;
b.      berjiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 dan tidak pernah memusuhi perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia;
c.       menyetujui Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian Indonesia yang berarti bersedia turut serta aktif melaksanakan Manifesto Politik Republik Indonesia tertanggal 17 Agustus 1959 dan pedoman-pedoman pelaksanaannya, tidak sedang dipecat dari hak memilih atau hak dipilih dengan keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi;
d.      mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang diperlukan dan sekurang-kurangnya berpendidikan tamat Sekolah Dasar atau berpengetahuan yang sederajat dengan itu.

2.2 Proses Pemilihan kepala  Desa  Pada Masa OrdeBaru
Secara substantif UU No. 5/1979 menempatkan Kepala Desa bukanlah pemimpin masyarakat Desa, melainkan sebagai kepanjangan tangan pemerintah supra Desa, yang digunakan untuk mengendalikan penduduk dan tanah Desa. UU No. 5/1979 menegaskan bahwa kepala Desa dipilih oleh rakyat melalui demokrasi langsung. Ketentuan pemilihan kepala Desa secara langsung itu merupakan sebuah sisi demokrasi (elektoral) di aras Desa.
Tetapi secara empirik praktik pemilihan kepala Desa tidak sepenuhnya mencerminkan kehendak rakyat. Pilkades selalu sarat dengan rekayasa dan kontrol pemerintah supra Desa melalui persyaratan yang dirumuskan secara politis dan administratif. Dalam studinya di Desa-Desa di Pati, Franz Husken (2001) menunjukkan bahwa pilkades selalu diwarnai dengan intimidasi terhadap rakyat, manipulasi terhadap hasil, dan dikendalikan secara ketat oleh negara. Bagi Husken, pilkades yang paling menonjol adalah sebuah proses politik untuk penyelesaian hubungan kekuasaan lokal, ketimbang sebagai arena kedaulatan rakyat. UU No. 5/1979 menobatkan kepala Desa sebagai “penguasa tunggal” di Desa. Kepala Desa sebagai kepanjangan tangan birokrasi negara, akibatnya dia harus mengetahuiapa saja yang terjadi  di Desa.
Pasca orde baru setelah lengsernya masa kepemimpinan Soekarno, pengaturan tentang desa tidak secara otomatis berubah oleh karena itu UU Nomor 19 Tahun 1965 tentang desa praja tetap digunakan walaupun implememtasinya tidak secara utuh. Kurang lebih 14 tahun kemudian lahir UU Nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang secara otomatis UU tentang desa praja tidak berlaku lagi.
Dalam UU No.5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa ditentukan syarat menjadi kades sebagaimana yang tertuang dalam pasal 4, sebagai berikut :
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa Warganegara Indonesia yang :
a.        bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 
b.        setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 
c.         berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas, dan berwibawa; 
d.        tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam sesuatu kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti G.30.S/ PKI dan atau kegiatan-kegiatan organisasi terlarang lainnya; 
e.        tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan Keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti;
f.          tidak sedang menjalankan pidana penjara atau kurungan berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti, karena tindak pidana yang dikenakan ancaman pidana sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun; 
g.        terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal tetap di Desa yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun terakhir dengan tidak terputus-putus, kecuali bagi putera Desa yang berada di luar Desa yang bersangkutan; 
h.        sekurang-kurangnya telah berumur 25 (duapuluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enampuluh) tahun; 
i.          sehat jasmani dan rohani;
j.          sekurang-kurangnya berijazah Sekolah Lanjutan Pertama atau yang berpengetahuan/berpengalaman yang sederajat dengan itu.
Proses pemilihan kepala desa dilakukan secara langsung, umum, bebas dan rahasia yang dipilih oleh penduduk desa WNI yang telah berumur 17 (tujuhbelas) tahun atau telah/pernak kawin. Setelah pemungutan suara dan dipastikan kades yang terpilih, pelantikan kades dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas nama Gubernur Kepala Derah Tingkat I dari calon yang terpilih. Dan masa jabatan kades adalah 8 (delapan) tahun dan dapat mengikuti pemilihan periode berikutnya. Pada masa orba jabatan kades hanya bisa diduduki sebanyak 2 periode saja. Sebagaimana tertuang dalam pasal 7 sebagai berikut :
‘’Masa jabatan Kepala Desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya’’.
Dalam pasal 8 diatur tata cara pelantikan sebagai berikut :
(1)Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh dan dilantik oleh pejabat yang berwenang mengangkat atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Sejatinya, walaupun kades dipilih oleh masyarakat desa namun tetap pemerintah pusat yang menetukan siapa yang menduduki jabatan kades. Sehingga, pemilihan hanya sebagai acara ceremonial semata atau formalitas saja. Hal ini dilakukan karena ketakutan pemerintah pusat akan mantan anggota G30 SPKI menduduki sistem pemerintahan Indonesia.
2.3 Proses Pemilihan Kepala Desa  Pada Masa Reformasi
Jika pada masa orde lama dan orde baru masih menggunakan simbol hasil pertanian atau palawija maka di era reformasi sekarang ini, model pemilihan kepala desa mengalami perkembangan yaitu menggunakan kartu suara berisi foto dan nama calon. Pemilih dalam menggunakan hak pilihnya harus mencoblos gambar atau foto calon yang dipilihnya. Hasil penghitungan suara masih sama dengan cara sebelumnya yaitu calon yang memperoleh suara terbanyak itulah pemenangnya.
Aturan mengenai peilihan kepala desa pada masa reformasi lebih terinci seperti adanya aturan mengenai panitia pemilihan dan ada juga aturan mengenai bahwa bakal calon kades boleh melakukan kampanye seperti yang tercantum dalam PP 2005 pasal 49 ayat 2 ‘’Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat’’. Yang mempunyai hak pilih adalah masyarkat desa setempat yang telah berumur 17 tahun atau telah menikah.
Menurut PP No. 72 tahun 2005 pasal 44 tentang persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi calon kepala desa yaitu:
a.      Bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa;
b.      Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, serta pemerintah;
c.       Pendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan/atau sederajat;
d.      Berusia paling rendah 25 tahun (dua puluh lima tahun);
e.      Bersedia dicalonkan ssebagai calon kepala desa;
f.        Penduduk desa setempat;
g.      Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 (lima)tahun;
h.      Tidak dicabut hak pilihnya seesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
i.        Belum pernah menjabat sebagai kepala desa paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dua kali masa jabatan;
j.        Memenuhi syarat lain yang ditentukan peraturan daerah kabupaten/kota.
Dalam pemilihan calon kepala harus adanya/dibentuk kepanitiaan.
a. Anggota panitia tersebut dibentuk oleh BPD yang terdiri dari unsur-unsur :
1.  Unsur perangkat desa
2.  Pengurus Lembaga Kemasyarakatn
3.  Tokoh masyarakat

Panitia pelaksana melakukan penjaringan dan penyaringan calon kades dan mengumumkan nama calon kades yang memenuhi persyaratan. Panitia berkewajiban melapor setiap pelaksanaan pemilihan kepada BPD. Kemudian dilakukan pemilihan (pemungutan suara) dan bagi calon yang memiliki suara terbanyak yang terpilih menjadi kades.
Pelaksanaan pelantikan kepala desa terpilih dapat dilakukan di desa di hadapan masyarakat.
Karena pelaksanaan pemilihan kepala desa harus dilakukan di depan masyarakat agar didalam pemilihan tidak ada tindakan kecurangan, sehingga masyarakat bisa lebih percaya bahwa kepala desa telah terpilih murni dari kemenangan jumlah suara masyarakat.
Yang berhak melantik kepala desa adalah bupati atau walikota yang disampaikan oleh BPD malalui camat. Pelantikan paling lama 15 hari hari terhitung tanggal penerbitan keputusan bupati/walikota. Pelantikan dilaksanakan di depan masyarakat, selanjutnya sebelum memangku jabatan kepala desa mengucapkan sumpah/janji jabatan.
Masa jabatan kepala desa yaitu 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Yang mendasari kepala desa diberhentikan dari masa jabatannya yaitu :
Menurut pasal 17 PP No. 72 Tahun 2005 menjelaskan kepala desa berhenti karena :
a.      Meninggal dunia
b.      Pemutusan sendiri
c.       Diberhentikan
Sementara itu kepala desa diberhentikan apabila :
a.      Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b.      Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut salama 6 bulan;
c.       Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa;
d.      Dinyatakan melanggar janji/ sumpah jabatan;
e.      Tidak melaksanakan kewajiban kepala desa;
f.        Melanggar larangan bagi kepala desa.

Pasca UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Dalam UU tahun 2014 tentang desa, aturan mengenai desa mengalami banyak penambahan termasuk juga mengenai proses pemilihan dan syarat kades mengalami sedikit perubahan namun lebih terperinci. Dalam pasal 33 disebutkan syarat menjadi kades tidak jauh berbeda dengan PP No. 72 tahun 2005 pasal 44. Begitu pula dengan tata cara dari pencalonan hingga pelantikan kades yang terpilih. Namun dalam UU desa terbaru ini kades yang terpilih bisa mengikuti pemilihan periode berikutnya hingga mencapai 3 (tiga) kali masa jabatan sebagaimana yang tertulis dalam pasal 39 ayat 2 ‘’ Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut’’.
Sedangkan dalam pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat. kegiatan Calon Kepala Desa dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program, selanjutnya dalam pemilihan Kepala Desa ini ditunjang dengan adanya Tim Pelaksana Kampanye yang bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan kampanye, kemudian ada pengawas pemilihan Kepala Desa, penjaringan yang kegiatannya dilakukan oleh panitia pemilihan untuk menjaring bakal calon dari warga masyarakat desa setempat, setelah adanya penjaringan, selanjutnya adanya penyaringan, dimana penyaringan ini adalah proses seleksi terhadap Bakal Calon yang dilakukan oleh panitia pemilihan.




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa dari sejak masa orde lama bahkan sejak penjajahan Belanda dan Jepang pengisian jabatan kepala desa dilakukan melalui proses pemilihan walaupun dengan cara yang berbeda. Sebelum UU tahun 1965 tentang desa praja pemerintah masih menggunakan IGO dan IGOB. Proses pengisian jabatan kades dalam IGO dan IGOB dengan cara pemilihan yang dilakukan oleh masyarakat desa.
Hingga akhirnya lahirlah UU Nomor 19 tahun 1965 Tentang Desapraja yang didalamnya mengatur persyaratn dan tat cara pemilihan kades. Dalam UU tersebut kades dipilih oleh seluruh masyarakat desa yang telah mencukupi umur 18 tahun atau sudah menikah (pasal 9 ayat 1). Dengan syarat calon kepala desa harus berumur 25 tahun, atau tamat sekolah dasar.
Pacsa jatuhnya orde lama, era Soeharto atau dikenal dengan orde baru menggunakan UU tahun 1965 tentang desapraja sampai UU 1979 tentang pemerintah desa disahkan sehingga secara otomatis UU tentang desapraja tahun 1965 tidak diberlakukan lagi. Dalam UU tahun 1979 aturan mengenai syarat calon kepala desa lebih banyak dengan tata cara pemilihan lebih ketat.
Pemilihan tetap dilakukan oleh masyarakat desa yang berumur 17 tahun atau telah menikah. Dengan syarat kepala desa berumur 25 tahun dan tamat Sekolah Lanjutan Pertama atau yang berpengetahuan/berpengalaman yang sederajat dengan itu. Dengan masa jabatan 8 (delapan) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasca reformasi aturan mengenai pemilihan kades tetap sama hanya saja jika pada masa lalu masih menggunakan simbol hasil bumi maka pasca reformasi diganti dengan nama dan gambar calon kades. Syarat menjadi kades tetap sama seperti peraturan sebelumnya (orde baru) hanya masa jabatan kades berubah menjadi 6 tahun dan bisa dipilih lagi untuk periode berikut untuk satu kali masa jabat. Kemudian lahir UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa kades mempunyai kesempatan untuk mengikuti pemilihan hingga 3 (tiga) kali masa jabat.
Proses pemilihan kepala desa berdasarkan PP No. 72 tahun 2005 dan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa :
1.      Calon mendaftarkan diri;
2.      Panitia pemiihan melakukan penjaringan dan penyaringan calon kades;
3.      Pengumuman nama calon yang memenuhi persyaratan kepada masyarakat;
4.      Calon kades berkampanye;
5.      Pemilihan/pemungutan suara;
6.      Panitia pelaksana melaporkan hasil pemilihan kepada BPD, kemudian BPD melanjutkan kepada Bupati/walikota dan mengumumkan kepada masyarakat;
7.      Bupati/walikota menerbitkan keputusan pengangkatan kades;
8.      Pelantikan kades oleh Bupati/walikota.









DAFTAR PUSTAKA

Eko, sutoro. 2008. Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan Otonomi Desa. Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta
Husken, Frans. (1998), Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman, Sejarah Diferensiasi Sosial di Jawa, 1830-1980, Jakarta: Grasindo
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1965 TENTANG DESAPRAJA SEBAGAI BENTUK PERALIHAN UNTUK MEMPERCEPAT TERWUJUDNYA DAERAH TINGKAT III DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1979 TENTANG PEMERINTAHAN DESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA


Postingan Terakhir

PENGALAMAN TES CPNS KPU TA 2018