Tulisan ini saya beri judul
mantan. Bukan bermaksud sengaja ingi mengingat mantan, tetapi ingin meluapkan
isi hati yang berkecamuk selama beberapa bulan ini. Ya kali aja tiba-tiba dia
nyasar ke blog saya hahaha.
Ceritanya, beberapa bulan
belakangan mantan saya jadi sering menghubungi saya. Dan ini membuat saya
terpikirkan terus. Meski tak selalu saya respon, tak munafik terkadang kembali teringat
kenangan bersama dia, tapi juga teringat kejadian terakhir yang membuat
hubungan menjadi kandas. Saya pikir, saya masih sensitif dan melankolis.
Pada suatu hari saya bertanya
kepadanya, apakah istrinya tahu kalau dia wa saya. Dia mengatakan nggak. Kemudian
saya bertanya kembali, apa nggak masalah. Dan dia jawab, masalah gimana. Dan
sampai saya menulis ini belum saya balas.
Mungkin menurut dia tidak masalah
tapi saya ini wanita yang juga sekaligus mantan. Saya tidak tahu dan tidak
mengerti kenapa seorang lelaki menghubungi mantannya lagi setelah waktu yang
cukup lama tidak berkomunikasi. Padahal disaat posisi dia sudah menikah dan
memiliki anak pula. Ya, mungkin tidak masalah untuknya. Tapi bagaimana jika
pada akhirnya sang istri tahu. Masa dia nggak ngecek HP suaminya (memangnya
kamu simpan dengan nama apa nomor saya). Ya, syukur-syukur kalau istrinya tidak
mempermasalahkan, tidak seperti saya. Tapi sedikit banyaknya pasti ada kecamuk
juga di dalam hati.
Tapi meskipun begitu hendaknya
suami menjaga perasaan pasangannya. Apa perlu menghubungi mantan hanya untuk
sekedar bilang, “pagi”, “siang”, “sore” atau mengirim emoticon-emoticon nggak
jelas. Jika hanya sekedar mengucapkan salam atau bertanya kabar, itu masih
wajar dan tidak masalah. Sebenarnya bisa saja saya blokir nomornya. Tapi saya
berpikir itu membuat saya tidak bisa berdamai dengan masa lalu.
Yang membuat saya masalah dengan
hal ini adalah dia sudah menikah dan punya anak sedangkan saya masih sendiri
(dan dia tahu itu) lalu maksud lu apa.