Tiba-tiba saya terfikirkan seperti ini setelah memuhasabah diri ehemmm..., "sepatutnyalah kita tidak perlu malu dan harus malu kepada-Nya. Tidak perlu malu ketika meminta apa yang kita inginkan (karena Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang maka memintalah dengan yakin), tidak perlu malu ketika menangisi dosa yang telah dilakukan. Akan tetapi kita harus malu ketika mengingat dosa yang telah dilakukan, Kita perlu malu ketika melakukan dosa (akan tetapi seseorang ketika telah dibutakan nafsu maka hilanglah rasa malu itu) pernah saya baca bahwa iman seseorang ketika dia melakukan dosa maka iman itu terbang dari dirinya (dan malu adalah bagian dari iman) dan akan kembali ketika ia selesai melakukan dosa. dan juga akhirnya kita perlu malu ketika mengingat ibadah yang tak pernah sempurna.
Malu dalam bahasa beken Arab atau dalam ilmu aqidah adalah HAYA'. Malu dalam bahasa orang barat (baca; Inggris) adalah shy, bashful, shame (lah banyak betul..) note #penggunaanyangtergantung. Ya intinya dimana-dimana ada rasa malu heeeh?,,,malu itu diperlukan asal jangan malu-maluin.
Mengutip dari pustakaimamsyafi'i.com Malu adalah satu kata yang mencakup perbuatan menjauhi segala apa yang dibenci. Tapi saya lebih suka mengartikan malu adalah rasa tidak nyaman ketika melakukan sesuatu yang salah, tidak ingin diketahui oleh orang lain, malu yang membuat pipi kita bersemu merah (ah itu malu karena ada seseorang yang memuji atau ada seseorang yang mendekati, atau bisa jadi orang itu lagi kasmaran ahaaak).
Dalam sebuah dalil disebutkan bahwa Allah adalah Maha Pemalu, lengkapnya seperti ini, Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu, Maha Menutupi. Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan. Apabila salah seorang dari kalian hendak mandi, maka hendaklah ia menutupnya (HR. Abu Daud, *Shahih). Namun sebagai catatan sifat malu yang dimiliki Allah berbeda dengan sifat malu yang dimiliki oleh hamba-Nya. Dan saya hanya akan menuliskan rasa malu yang ada dalam diri manusia.
Dari yang saya ketahui, ada 2 macam rasa malu, yakni:
1. Malu naluri (Haya' nafsaniy)
Rasa malu ini adalah malu yang dikaruniakan Allah, malu yang merupakan sifat bawaan manusia. Seperti malu terlihat aurat.
Menoleh kembali kepada hadits riwayat Abu Daud yang telah tertulis diatas yang mengatakan bahwa apabila kita hendak mandi, maka hendaklah kita menutupinya (menutupi aurat kita). Padahal jika dipikir lagi kita hanya sendiri di dalam kamar mandi siapa yang nak liat???? hemm...kita tak pernah tahu apakah ada celah atau tidak di kamar mandi kita, apakah ada orang mesum yang mengintip, atau tiba-tiba ada orang nyelonong masuk kamar mandi karena dikira tak ada orang.
Kemudian saya kembali teringat dengan kutipan novel Habiburrahman el-Shirazy yang best seller itu yang judulnya "AYAT-AYAT CINTA", dan kemudian pada akhirnya difilmkan pada tahun 2008 (oia, saya masih SMA waktu itu, lah jadi curcol) dimana beliau mengutip hadist tersebut secara lembut dan memasukkannya ke dalam novel, dengan adegan dimana ketika Aisha (pemeran utama wanita dalam novel) menjadi saksi atas kasus yang dituduhkan kepada suaminya, diputarkan rekaman atas keseharian Aisha termasuk ketika dia mandi (omegod). Para penegak hukum (sebut saja begitu) memasang kamera dengan tujuan bisa mengetahui gerak-gerik Aisha sekecil apapun (ironisnya hal ini baru diketahui oleh Aisha ketika ia menjadi saksi). Akan tetapi untungnya Aisha selalu memakai pentup ketika mandi, hal ini di ijelaskan dalam novel tersebut bahwa sedari kecil Aisha usdah diajarkan untuk selalu memakai penutup ketika mandi (aaah pening cara menjelaskannya, tapi seperti itulah intinya, bahwa ketika mandi pun ada baiknya kita menggunakan pentup atau kalo orang kampung saya (Bangka) bilang basahan/kain basahan. Ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan selain itu sebagai bagian dari keimanan yaitu rasa malu.
2. Malu imaniy (Haya' imaniy)
Rasa malu satu ini adalah rasa malu karena keimanan kita kepada Allah, karena kita sadar bahwa Allah Maha Melihat (selalu mengawasi kita).
Allah berfirman:
"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati". (QS. al-Mukmin: 19).
Dengan malu imani ini bisa menghindari kita dari melakukan perbuatan tercela, maksiat karena kita akan selalu merasa bahwa kita selalu dalam pengawasan Allah dan pada akhirnya membuat kita berhati-hati dalam bertindak serta berprilaku. Seperti yang disebutkan dalam hadis ini:
"Dari Abu Mas’ud Al-Badri r.a berkata bahwa Rasul bersabda: "Sesungguhnya diantara kata-kata kenabian terdahulu yang masih teringat oleh masyarakat adalah: 'Jika kamu sudah tidak memiliki rasa malu maka kamu akan berbuat semaumu'." (HR. Al-Bukhari).